"Itu siapa namanya?" tanya Joe pada Tri yang saat itu ada disampingnya.
"Mana?" jawab Tri sambil celingak-celinguk nyari orang yang dimaksud Joe.
"Itu yang dikuncir. Di tempat fotokopian."
"Oh itu mah Desi, anak kelas sebelah."
"Desi?"
"Iya. Kenapa gitu?"
"Namanya kayak nama mantan gue."
"Oh punya mantan nyet?"
"Kaga.."
"Ah geblek.."
***
Joe terus mengingat nama itu. Desi. Desi Dwi Destiana lengkapnya. Sesosok wanita yang menurut Joe sangat pas dan ideal untuknya, tapi sayangnya Desi tidak menganggap Joe sosok yg pas dan ideal untuk dirinya. Tragis kuadrat.
Beberapa hari sekali, Joe sering bertemu dengan Desi. Bertemu, berpapasan. Tapi Joe tidak pernah berani untuk sekedar bilang "hai". Satu kata ajaib yang (mungkin) bisa mengubah hidupnya.
***
"Hah? Lo kenal dia Sar?" tanya Joe, setelah Sari -teman sekelasnya- bilang kalo dia mau ke kosan Desi.
"Kenal lah. Sering ngobrol di chat."
"Ngomongin gue ya?"
"Pas mau ngomongin lo, ga tau kenapa internetnya langsung mati gitu Joe."
"Ah anjrit!"
"Tapi pas ga ngomongin lo, internetnya ga mati-mati."
"Ah sial lo. Tapi serius kenal?"
"Iya. Mau minta dikenalin?"
"IYA BANGET !"
"Nanti deh dikasih tau."
"Oke Sari! Lo emang pembantu gue yang paling baik!"
"Anjrit!"
"Eh temen maksudnya. Maaf-maaf tadi terlalu jujur."
"Ga gue kenalin!"
"Ahaha becanda. Kenalin yaa."
***
Hari itu, Joe, Sari dan Tri lagi duduk bertiga nunggu kuliah yang sebenernya masih lama mulainya. Tiba-tiba:
"Joe, itu ada Desi!"
"Mana Sar? Kenalin dong."
"Bentar."
Sari berdiri dari tempat duduknya, lalu dengan teriakannya yang mirip raja hutan, dia memanggil nama itu. "Des, sini!"
Desi nengok. Lalu ia berjalan menuju tempat dimana Joe, Tri, dan Sari duduk.
"Apa Sar?"
"Ada yang mau kenalan." kata Sari sambil tangannya nunjuk Joe.
"Eh apaan Sar." Joe salah tingkah. Alibi.
"Dih dasar. Udah ah Desi mau kesana lagi. Dadah Sari". Dan dia pun pergi. Iya pergi. Pergi dari hadapan Joe yang sebenernya udah siap buat bilang "Hai, nama saya Joe. Salam kenal". Tapi Joe terlalu penakut. Dan satu kesempatan emas udah dilewatin gitu aja.
***
Mata kuliah yang baru akan dimulai jam 3 nanti, membuat Joe menunggu lama. Tapi hal itu tidak jadi sesuatu yang membosankan baginya. Karna dia bisa puas memandang Desi yang ada beberapa meter didepannya.
Saat Joe sudah sedikit terpejam di kursinya, tiba-tiba ada satu sosok yang datang. Desi.
"Mas, kelas Visual-1 ya?" tanyanya. Bukan ke Joe, tapi ke Aji.
"Iya. Kenapa?"
"Ini ada surat pemberitahuan. Undangan untuk semua mahasiswa. Ketua kelasnya mana ya?"
"Tuh." tunjuk Tri dan Aji ke Joe. Joe kaget. Ngantuknya hilang sekejap.
"Oh iya ini suratnya." ucap Desi. Dan itu untuk pertama kalinya Joe dengar suara Desi secara sangat langsung.
"Oh eh iya. Makasih." jawab Joe. Gugup.
Setelah itu? Desi pergi lagi.
Kesempatan kedua untuk berkenalan kembali hilang. Padahal momennya sangat pas untuk bilang:
"Saya Joe. Tapi bukan ketua kelas."
Atau sekedar menggombal:
Joe: "Bapak kamu jago ngegombal ya?"
Desi: "Kayaknya iya. Kok tau?"
Joe: "Soalnya aku pernah di gombalin."
Gagal.
***
5 tahun berlalu.
Joe dan Desi duduk dalam 1 meja. Mereka telah puas mengobrol setelah 2 tahun mereka tidak bertemu. Dan selama 4 tahun mereka bersahabat, baru kali ini mereka bisa ngerasain momen dimana hanya ada mereka berdua.
"Lo bawa undangan apa? Ade lo sunatan?" tanya Joe. Daritadi dia penasaran sama undangan yang dibawa Desi.
"Bukan ade gue...." jawab Desi. Gantung.
"Terus siapa? Bokap?"
"Bukanlah.."
"Siapa dong?"
"Gue Joe.." jawab Desi sambil menunduk.
"Hah? Lo? Jadi selama ini... Gue ga percaya Des. Sama sekali engga!" Joe histeris.
"Bego. Maksud gue, bukan gue yang sunatan. Undangan ini emang tentang gue, tapi bukan sunatan!"
"Terus?" Joe masih shock.
"Gue mau nikah Joe. Nikah!" ucap Desi. Wajahnya berseri-seri.
Joe diem. Mandang Desi yang lagi senyum-senyum. Joe ga tau harus bilang apa. Mau bilang "Pake penghulu ga Des?", tapi takut dibilang idiot. Akhirnya Joe cuma bisa nanya:
"Des, apa lo tau selama ini gue nunggu lo?"
tapi cuma didalam hati.
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO